Minggu, 27 Juli 2008

Kebijakan Pengelolaan Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Berbasis Fisheries Governance Scorecard

Kebijakan Pengelolaan Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Berbasis Fisheries Governance Scorecard

Oleh : JAMES ABRAHAMSZ


I. KONSEP BALANCED SCORECARD (BSC)

1.1. Pengertian

BSC dikembangkan sebagai sistem pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perpespektif secara simultan. Scorecard terdiri atas tolok ukur keuangan (financial perspective) yang menunjukan hasil dari tindakan yang diambil sebagaimana ditunjukan pada tiga perspektif tolok ukuran lainnya : (1) kepuasan pelanggan (customer perspective), (2) proses internal (internal business process perspective), dan (3) kemampuan berorganisasi untuk belajar dan melakukan perbaikan/pertumbuhan (learning and growth perspective).

Score merujuk pada makna ”penghargaan atas poin-poin yang dihasilkan” (kata benda), dan Score berarti ”memberi angka” (kata kerja). Dengan makna yang lebih bebas, Scorecard berarti : “suatu kesadaran (bersama) dimana segala sesuatu perlu diukur. Pengukuran menjadi suatu hal yang vital sebelum kita melakukan evaluasi atau pengendalian terhadap suatu obyek. Dengan demikian, BSC yang didahului dengan kata Balanced adalah “bahwa angka (score) harus mencerminkan keseimbangan antara sekian banyak elemen penting dalam kinerja.

Menurut pendapat Kaplan dan Norton (1996) dan Anthony, et al. (1997), BSC merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif tersebut di atas.

Balanced Scorecard memelihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-cita, sehingga dengan demikian mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Ini merupakan alat yang membantu fokus perusahaan, memperbaiki komunikasi, menetapkan tujuan organisasi, dan menyediakan umpan balik atas strategi (Anthony dan Govindarajan, 1997). Dan pada perkembangannya BSC tidak hanya sekedar sebuah penilaian kinerja tapi juga alat manajemen strategi.


1.2. Empat Perspektif Dalam Balanced Scorecard

a. Perspektif Keuangan

Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan mendasar bagi keuntungan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha dan nilai pemegang saham.

Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu : growth (awal siklus dimana ada produk atau jasa secara siginifikan memiliki pertumbuhan yang baik), sustain (tahap kedua dimana investasi dan reinvestasi mengisyaratkan pengembalian terbaik), dan harvest (tahap ketiga dimana benar-benar hasil investasi dapat dinikmati, tidak ada lagi investasi yang besar). Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda pula.

Tujuan finansial biasanya berhubungan dengan profitabilitas (ROCE dan/atau nilai tambah ekonomis (economic value added). Tujuan lainnya ialah pertumbuhan penjualan yang cepat atau terciptanya arus kas.

b. Perspektif Pelanggan

Dalam perspektif pelanggan BSC, para eksekutif mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Ukuran utama/ ukuran generik (customer core measurement) keberhasilan perusahaan terdiri dari : (1) kepuasan pelanggan, (2) retensi pelanggan, (3) akuisisi pelanggan baru, (4) profitabilitas pelanggan, dan (5) pangsa pasar di segmen sasaran. Selain itu, perspektif pelanggan juga mencakup proposisi nilai (customer value proposition) yang akan diberikan perusahaan kepada pelanggan segmen pasar sasaran, yang didasarkan pada : (1) atribut fungsi produk/jasa, harga dan kualitas; (2) hubungan dengan pelanggan; serta (3) image dan reputasi.

Perspektif pelanggan memungkinkan para eksekutif unit bisnis untuk mengartikulasi strategi yang berorientasi pada pelanggan dan pasar yang akan memberikan keuntungan finansial masa depan yang lebih besar.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk :

(1) Memberikan proposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen sasaran, dan

(2) Memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi pada para pemegang saham.

Analisis proses bisnis internal dilakukan dengan pendekatan analisis value chain (Gambar 1). Manajemen mengidentifikasi proses internal yang kritis yang harus diunggulkan. Dalam perspektif ini, eksekutif dapat mengetahui seberapa baik bisnis yang dijalankan dan apakah produk/jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan.

Gambar 1. Perspektif Rantai Nilai Proses Bisnis Internal

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan, ialah : (1) manusia, (2) sistem, (3) prosedur perusahaan. Untuk menutup kesenjangan antara kapabilitas SDM, sistem dan prosedur saat ini, perusahaan harus melakukan investasi dengan melatih ulang tenaga kerja, meningkatkan teknologi dan sistem informasi, serta menyelaraskan berbagai prosedur dan kegiatan rutin perusahaan.

Ukuran yang berorientasi pada pekerja terdiri atas gabungan kepuasan, tingkat retensi, pelatihan dan penambahan keahlian pekerja. Kapabilitas sistem dapat diukur melalui tersedianya informasi tepat waktu. Berbagai prosedur perusahaan dapat digunakan untuk memeriksa keselarasan insentif pekerja dengan faktor keberhasilan perusahaan keseluruhan, dan tingkat perbaikan dalam berbagai proses.

II. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI PAPUA

2.1. Keadaan Umum

Provinsi Papua dengan luas 421,981 Km2, terletak antara 1300 – 1410 BT dan 2025’ LU – 90 LS. Proporsi penduduk miskin di Papua sangat tinggi, 80,77 % dari total jumlah penduduk.

Pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Papua tahun 2004 merupakan keberlanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Pengembangan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan dilaksanakan dengan tujuan mengelola, mengembangkan dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat, kualitas sumberdaya manusia, devisa negara, penyerapan tanaga kerja, serta perbaikan gizi masyarakat. Disamping itu juga untuk mengembangkan kelembagaan petani/nelayan, masyarakat wilayah pesisir, dan pemerintah serta dunia usaha dalam mendukung pengelolaan dan pengembangan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan pemasaran hasil perikanan.

Rumahtangga perikanan secara keseluruhan pada tahun 2002 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2001. Dari sebanyak 64.617 rumahtangga menjadi 67.130 rumahtangga. Produksi perikanan meningkat 1,99 % sehingga mencapai 212.212 ton pada tahun 2002. Daerah potensial produksi perikanan laut adalah Kabupaten Sorong dengan 50.435 ton (24,37 %) dan Kabupaten Merauke 71.458 ton (34,37 %).

Alokasi APBN murni yang dikonsentrasikan Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2004, digunakan untuk lima kegiatan, yang mencakup :

1. Alokasi untuk program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir pada sembilan Kabupaten/Kota.

2. Alokasi pada Dinas Kelautan dan Perikanan untuk kegiatan :

  1. Pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya;
  2. Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap;
  3. Peningkatan pengawasan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan;
  4. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemasaran hasil perikanan;
  5. Pengelolaan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.

3. Alokasi pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Akademi Perikanan (AP) Sorong.

4. Alokasi pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sekolah Usaha Perikanan Mengenah (SUPM) Sorong.

5. Alokasi pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Stasiun Karantina Ikan Sentani, Jayapura.

Pada tahun 2004, Provinsi Papua juga mendapatkan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi (DAK non DR) Bidang Kelautan dan Perikanan yang tersebar pada 13 Kabupaten/Kota yaitu Biak Numfor, Fak-Fak, Jayapura, Jayawijaya, Manokwari, Merauke, Mimika, Nabire, Paniai, Puncak Jaya, Sorong, Yapen Waropen dan Kota Sorong.

2.2. Visi dan Misi

Visi yang dirumuskan dan memberikan arahan bagi pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Papua ialah :

”Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua”

Rumusan misi yang dibuat untuk menjawab Visi pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Papua, meliputi :

(1) Mengelola dan mengembangkan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan

(2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberdayakan nelayan dan etani ikan

(3) Menciptakan iklim usaha yang kondusif

(4) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik aparat maupun pelaku dan kelembagaan perikanan

(5) Melakukan pemulihan dan perlindungan potensi sumberdaya ikan dan lingkungannya

(6) Meningkatkan mutu produk hasil perikanan

(7) Meningkatkan kontribusi perikanan dan penyediaan pangan serta perbaikan gizi masyarakat

(8) Meningkatkan peran sarana dan prasarana dalam pembangunan perikanan serta mengembangkan teknologi spesifik lokasi dan komoditi.

2.3. Tujuan Strategis dan Sasaran

Tujuan strategis dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Papua, dirumuskan dalam 15 tujuan dan sasarannya, meliputi :

(1) Tujuan 1 : Terciptanya pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan.

Sasaran : (1) meningkatnya produksi perikanan sebesar rata-rata 6,89% per tahun, dan (2) meningkatnya volume ekspor sebesar rata-rata 11 % per tahun.

(2) Tujuan 2 : Meningkatnya produktivitas nelayan/petani ikan.

Sasaran : meningkatnya produksi baik penangkapan maupun budidaya

(3) Tujuan 3 : Terwujudnya kesejahteraan masyarakat nelayan/petani ikan melalui peningkatan pendapatan.

Sasaran : meningkatnya pendapatan perkapita rata-rata 7,5 % per tahun.

(4) Tujuan 4 : Tercapainya kontribusi dalam kemandirian keuangan daerah

Sasaran : meningkatnya pendapatan asli daerah dari sektor perikanan dan kelautan

(5) Tujuan 5 : Tercapainya lapangan kerja dan kesempatan kerja produktif

Sasaran : meningkatnya jumlah nelayan rata-rata 5 % per tahun dan petani ikan rata-rata 20 % per tahun

(6) Tujuan 6 : Meningkatnya jumlah armada perikanan

Sasaran : meningkatnya armada sebesar 5 % per tahun

(7) Tujuan 7 : Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur, pelaku perikanan serta pengembangan kelembagaan perikanan dan kelautan

Sasaran : meningkatnya kemampuan dan ketrampilan aparatur dan pelaku perikanan serta terbentuknya kelembagaan UPTD

(8) Tujuan 8 : Berfungsinya kelembagaan nelayan dan petani ikan dalam bentuk kelompok.

Sasaran : meningkatnya kuantitas dan kualitas kelompok nelayan/petani ikan.

(9) Tujuan 9 : Menurunkan tingkat pelanggaran pemanfaatan dan perusakan sumberdaya ikan.

Sasaran : menurunnya tingkat pelanggaran pemanfaatan dan kerusakan sumberdaya perikanan.

(10) Tujuan 10: Terpeliharanya lingkungan SDI dan terumbu karang serta pesisir pantai.

Sasaran : meningkatnya produktivitas nelayan

(11) Tujuan 11: Meningkatnya nilai tambah harga yang diterima oleh nelayan/petani ikan.

Sasaran : meningkatnya kesejahteraan nelayan/petani ikan.

(12) Tujuan 12: Rendahnya tingkat penolakan terhadap produksi nelayan oleh perusahaan dan produksi perusahaan oleh negara-negara importir.

Sasaran : meningkatnya pendapatan nelayan dan meningkatnya volume ekspor.

(13) Tujuan 13: Meningkatnya penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas perikanan dan kelautan dalam rangka meningkatkan gizi masyarakat.

Sasaran : meningkatnya volume pemasaran antar pulau

(14) Tujuan 14: Terpenuhinya protein hewani asal ikan

Sasaran : meningkatnya konsumsi ikan/kapita/tahun rata-rata 2 %

(15) Tujuan 15: Tercapainya kontribusi dan kemandirian keuangan daerah,

Sasaran : meningkatnya PAD dari sektor perikanan dan kelautan

III. APLIKASI BALANCED SCORECARD DALAM KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI PAPUA

Kaplan dan Norton (1996) mengkaitkan BSC dengan strategi melalui pendekatan tiga prinsip BSC, yaitu : (1) hubungan sebab-akibat, (2) faktor pendorong kinerja, dan (3) keterkaitan dengan masalah finansial.

3.1. Strategic Mapping

Aplikasi BSC dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, diarahkan untuk menciptakan fisheries governance. Untuk mencapai tujuan tersebut, secara skematis pemetaan tujuan strategi (strategic mapping) pembangunan kelautan dan perikanan Provinsi Papua dilakukan sesuai dengan tingkatan seluruh perspektif dalam BSC (Gambar 2).

Hasil pemetaan ini, ternyata telah menjawab prinsip yang pertama yakni adanya hubungan sebab-akibat. Sebagai contoh, Gambar 2 menunjukan adanya hubungan sebab-akibat antara peningkatan kualitas SDM dengan urutan hipotesa sebagai berikut :

Jika meningkatkan kualitas SDM dan pengembangan kelembagaan, maka pemeliharaan lingkungan pesisir dan laut dapat berjalan dengan baik; jika pemeliharaan lingkungan pesisir dan laut berjalan dengan baik, maka optimalisasi dan keberlanjutan pemanfaatan akan tercapai; jika optimalisasi dan keberlanjutan pemanfaatan dapat dicapai, maka peningkatan PAD dapat dicapai.

Bila kita menilai hasil hubungan sebab-akibat ini, ternyata masih harus diletakan tujuan-tujuan antara untuk melengkapinya.


Keterangan : NPI (Nelayan/Petani Ikan); SDI (Sumberdaya Ikan)

Gambar 2. Pemetaan Tujuan Strategi (Strategic mapping)

Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Provinsi Papua

(Diadopsi dari Kaplan & Norton, 1996)

3.2. Ukuran Strategis dan Faktor Pendorong Kerja

Hasil pemetaan tujuan strategis, kemudian dituangkan pada matriks ukuran strategis yang menempatkan tujuan-tujuan strategis sesuai posisinya dalam empat perspektif BSC (Tabel 1). Pada setiap tujuan strategis, diidentifikasi ukuran strategis yang terbagi atas dua komponen utama : (1) Lag indicator, dan (2) Lead indicator.

Lag indicator akan menunjukan apakah proses yang baru dirumuskan ini dapat berjalan dengan baik atau tidak. Setiap ukuran hasil adalah lagging indicator, hasil yang dilaporkan untuk setiap ukuran ini mencerminkan keputusan dan tindakan yang diambil jauh sebelumnya. Di sisi lain, lead indicator menunjukan pendorong kinerja. Teori di balik pendekatan ini ialah bahwa audit mutu akan menjadi leading indicator, faktor pendorong kinerja hasil (rasio kerugian, frekuensi klaim, dan besarnya klaim) yang akan dinyatakan kemudian.

Hasil identifikasi ini yang diharapkan menjawab prinsip kedua, yakni faktor pendorong kinerja. Secara makro, hasil ini menunjukan bahwa belum seluruh perspektif yang dapat dikaitkan dengan faktor pendorong kinerja, karena ternyata rumusan rencana strategis ini belum memberikan indikasi kuat adanya lead indikator secara menyeluruh.

Tabel 1. Matriks Ukuran Strategis (Lag indicator dan Lead indicator) Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Provinsi Papua

(Diadopsi dari Kaplan & Norton, 1996)

Tujuan Strategis

Ukuran Strategis

Lag Indicator

Lead indicator

Finansial :

F1 – Meningkatkan PAD

Pertumbuhan PAD

Bauran PAD

Pelanggan :

P1 – Meningkatkan Kualitas &

Volume Ekspor

P2 - Meningkatkan

Kesejahteraan NPI

P3 Meningkatkan Nilai Tambah Di Tingkat NPI

P4 – Meningkatkan Gizi Masyarakat Berbasis SDI

P5 - Perluasan Lapangan &

Kesempatan Kerja

P6 - Optimalisasi & Keber-lanjutan Pemanfaatan SD

P7 – Meningkatkan

Produktivitas NPI

P8 – Pemenuhan Protein

Berbasis SDI

Kualitas produk & volume ekspor

Tingkat pendapatan NIP

Perubahan tingkat harga

Perubahan pola konsumsi

Tingkat penyerapan tenaga kerja

Indikator kinerja

Perubahan tingkat produksi di NPI

Perubahan pola konsumsi

Kedalaman jaringan

Stabilitas harga

Rasio produktivitas

Internal :

I1 – Meningkatkan Fungsi

Kelembagaan NPI

I2 – Meningkatkan Jumlah Armada Perikanan

I3 – Pemeliharaan Lingkungan

Pesisir & Laut

I4 – Menurunkan Pelanggaran

& Perusakan SDI

Indikator kinerja kelembagaan

Pertumbuhan armada perikanan

Tingkat kepedulian

Indikator kinerja

Perluasan Fishing Ground

Kepatuhan/Ketidak patuhan

Pembelajaran :

P1 – Meningkatkan Kualitas

SDM & Pengembangan

Kelembagaan


Rasio Strategic Job Coverage

Rasio ketersediaan informasi

Kesesuaian tujuan personal (%)

Kesesuaian tujuan lembaga (%)

3.3. Fisheries Governance Scorecard

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka Balanced Scorecard pada Dinas Kelautan dan Perikanan Papua dapat dibangun sebagai berikut :

Tujuan Strategis

Target

Bobot Target (%)

Capaian

Bobot Bersih

Faktor kinerja

Skor Faktor

Finansial (30 %) :

F1 – Meningkatkan PAD

5 % per tahun

100

5 % per tahun

30 %

1,00

0,300

Indeks Sub Total

-

100


30 %


0,300

Pelanggan (15 %) :

P1 – Meningkatkan Kualitas &

Volume Ekspor

P2 - Meningkatkan

Kesejahteraan NPI

P3 Meningkatkan Nilai Tambah Di Tingkat NPI

P4 – Meningkatkan Gizi Masyarakat Berbasis SDI

P5 - Perluasan Lapangan &

Kesempatan Kerja

P6 - Optimalisasi & Keberlanjutan Pemanfaatan SD

P7 – Meningkatkan

Produktivitas NPI

P8 – Pemenuhan Protein

Berbasis SDI

11 % per tahun

7 % per tahun

15 %

25 % penduduk per tahun

25 % per tahun

Pelanggaran 2 kali setahun

5 % per tahun

2 % per tahun

15

15

10

10

15

12,5

12,5

10

12 % per tahun

6 % per tahun

12,5 %

20 % penduduk per tahun

25 % per tahun

Pelanggaran 4 kali setahun

3 % per tahun

2 % per tahun

2,25 %

2,25 %

1,50 %

1,50 %

2,25 %

1,88 %

1,88 %

1,50 %

1,09

0,86

0,83

0,80

1,00

0,50

0,60

1,00

0,025

0,019

0,012

0,012

0,023

0,009

0,011

0,015

Indeks Sub Total


100


15,00 %


0,115

Internal (25 %) :

I1 – Meningkatkan Fungsi

Kelembagaan NPI

I2 – Meningkatkan Jumlah Armada Perikanan

I3 – Pemeliharaan Lingkungan

Pesisir & Laut

I4 – Menurunkan Pelanggaran

& Perusakan SDI

Seluruh fungsi

5 % per tahun

Pengawasan Setiap bulan

Pelanggaran 2 kali setahun

30

25

25

20

80 %

4,5 % per tahun

Pengawasan Setiap bulan

Pelanggaran 1 kali setahun

7,50 %

6,25 %

6,25 %

5,00 %

0,80

0,90

1,00

2,00

0,060

0,056

0,063

0,100

Indeks Sub Total


100


25,00 %


0,279

Pembelajaran (20 %) :

P1 – Meningkatkan Kualitas

SDM & Pengembangan

Kelembagaan

100 %

100

80 %

20,00 %

0,80

0,160

Indeks Sub Total


100


20,00 %


0,160

Indeks Total Faktor Kinerja






0,854

Keterangan : Diadopsi dari Gaspersz (2006)

Hasil penilaian ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan dan program pada lingkup Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua memiliki nilai indeks total kinerja 0,854. Ini menunjukan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan belum sepenuhnya menghasilkan output yang sesuai dengan target secara menyeluruh.

3.4. Refleksi

Hasil analisis BSC menunjukan bahwa belum seluruh perspektif BSC yang dipenuhi dalam Rencana Strategis Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Provinsi Papua. Secara umum, perumusan rencana strategi pembangunan kelautan dan perikanan di provinsi Papua lebih diarahkan pada aspek produktivitas dibanding aspek pendapatan.

Rumusan tujuan strategis sangat terfokus pada pelanggan, sementara ketiga perpektif lainnya hanya memiliki proporsi target yang sangat kecil. Padahal BSC menghendaki adanya keterpaduan antara seluruh perspektif dalam mencapai fisheries governance scorecard.

Fokus pengelolaan yang diarahkan pada pelanggan menunjukan adanya upaya untuk meningkatkan pelayanan bagi pelanggan. Namun demikian, suprastruktur dan infrastruktur dalam pengelolaan juga harus disiapkan untuk mendukung keberhasilan rencana strategis tersebut. Dikuatirkan tujuan akhir peningkatan PAD dari sektor ini akan memiliki perkembangan yang sangat lambat.

Referensi :

ATSEF, 2006. Menuju Pembangunan Berkelanjutan di Laut Arafura dan Laut Timor; Buku 2 : Potret Pembangunan Kawasan Laut Arafura dan Laut Timor. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP, Republik Indonesia. Jakarta. Hal : 83 – 87.

Kaplan, R.S dan D.P. Norton. 1996. Balanced Scorecard; Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Penerbit Erlangga. Jakarta. 276 hal.

Suwardi L dan Prima A. Biromo, 2007. Step by Step in Cascading Balanced Scorecard to fungtional scorecards. Penerbit PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. 140 hal.

Gaspersz, V. 2006. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi; Balanced Scorecard Dengan Six Sigma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 325 hal.