Selasa, 13 November 2007

POTENSI, ISU DAN PERMASALAHAN PULAU-PULAU KECIL DI PROVINSI MALUKU

Oleh :
JAMES ABRAHAMSZ



Provinsi Maluku disebut-sebut sebagai Provinsi Kepulauan dengan luas wilayah 712.480 km², terdiri dari 92,4 % luas perairan (658.295 km²) dan 7,6 % luas daratan (54.185 km²). Pulau-pulau besar hanya empat buah masing-masing : Pulau Seram dengan luas 18.625 km2, pulau Buru dengan luas 9.000 km2, Pulau Yamdena dengan luas 5.085 km2, dan Pulau Wetar dengan luas 3.624 km2. Hal ini membuktikan bahwa sekitar 32,94 % luas daratan merupakan total luasan 1426 pulau kecil yang ada di Provinsi ini. Dari 1430 buah pulau di Provinsi Maluku, secara fisik terdapat potensi garis pantai 11.098,34 Km.


Eksistensi pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku memberikan konsekuensi pada beragamnya kondisi ekonomi wilayah. Kecenderungan aglomerasi ekonomi yang terbentuk pada pusat pengembangan dan daerah sekitarnya menciptakan disparitas yang lebar dengan wilayah yang jauh dari pusat, terutama pada kawasan pulau-pulau kecil yang umumnya memiliki akses yang lemah ke setiap pusat. Kondisi inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kapasitas setiap kawasan, bukan hanya aspek ekonomi kawasan tetapi juga pada aspek sosio budaya dan sosio politik yang mendukung proses pengambilan keputusan di tingkat kawasan.


Di sisi lain eksistensi pulau-pulau kecil di Maluku sebenarnya memiliki kapasitas yang kuat dari aspek ketersediaan sumberdaya hayati pesisir dan lautnya. Tinggi dan beragamnya potensi sumberdaya hayati pesisir dan laut ini tidak serta merta mendukung dinamika pembangunan di setiap kawasan. Kondisi ini terbentuk karena lemahnya dukungan sistem kelembagaan di tingkat daerah, kapasitas pemanfaatan dan pengelolaan yang lemah, juga tidak didukung dengan kebijakan dan kapasitas wilayah untuk melakukan ekspansi dalam pemanfaatan sumberdaya hayati pesisir dan laut, serta kurangnya dukungan sistem dan regulasi di tingkat daerah.


Konsekuensi fisikal pulau-pulau kecil yang rentan terhadap ancaman aktivitas manusia dan potensi kerusakan secara alami serta tekanan aktivitas pembangunan di darat menjadi catatan penting bagi upaya penyelamatan lingkungan pulau-pulau kecil. Upaya peningkatan kapasitas kawasan pulau-pulau kecil dan upaya penyelamatannya membutuhkan strategi pemanfaatan dan pengelolaan yang berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat dan ekonomi wilayah secara agregat dan keberlanjutan pembangunan di kawasan pulau-pulau kecil.


Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pulau-pulau kecil di Maluku ternyata harus dibijaki dengan memulai upaya-upaya yang disebutkan di atas. Situasi kondisional inilah yang menjadi dasar dari pengembangan tulisan ini. Untuk kepentingan itu, maka tulisan ini dititikberatkan pada gambaran potensi, identifikasi isu dan permasalahan pada pulau-pulau kecil di Maluku serta strategi pemanfaatan berorientasi ekonomi masyarakat/ wilayah dan strategi pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.



POTENSI SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

Sumberdaya Bernilai Ekonomis (Tinggi)

a. Sumberdaya Ikan

Gambaran potensi sumberdaya ikan berikut ini akan dipaparkan secara kewilayahan, meliputi ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan ikan karang/hias. Walaupun paparan ini tidak meliputi seluruh kabupaten/kota di Maluku, paling tidak gambaran potensi ini memberikan justfikasi kuat tentang potensi pengembangan perikanan di kawasan pulau-pulau kecil di Porvinsi Maluku.

Kota Ambon :
Ikan Pelagis Kecil : MSY = 2352 ton/tahun
Ikan Pelagis Besar : bad
Ikan Demersal : MSY = 284,676 ton
Ikan Karang/Hias : ada di saya


Kabupaten Buru :
Ikan Pelagis Kecil : MSY = 2.530,31 ton/tahun
Ikan Pelagis Besar : MSY = 2.091,85 ton/tahun
Ikan Demersal : MSY = 965,08 ton/tahun
Ikan Karang/Hias : ada di saya


Kabupaten Maluku Tengah :
Ikan Pelagis Kecil : MSY = 5.384,32 ton
Ikan Pelagis Besar : MSY 2.192,78 ton
Ikan Demersal : MSY = 1.762,08 ton
Ikan Karang/Hias :


Kabupaten Seram Bagian Barat
Ikan Pelagis Kecil : MSY = 2.781,35 ton
Ikan Pelagis Besar : MSY = ---
Ikan Demersal : MSY = 1.310,02 ton
Ikan Karang/Hias :


Kabupaten Seram Bagian Timur
Ikan Pelagis Kecil : MSY = 2.561,77 ton/tahun
Ikan Pelagis Besar : MSY = 1.740,59 ton/tahun
Ikan Demersal : MSY = 3.665,03 ton/tahun
Ikan Karang/Hias :


c. Ekowisata Bahari

Gambaran potensi wisata diberikan sesuai dengan distribusi kawasan wisata bahari baik yang sementara dikembangkan maupun yang direncanakan secara keruangan. Secara spasial distribusi kawasan wisata bahari di Maluku bervariasi sesuai potensi wilayahnya. Pengembangan wisata bahari tidak lepas dari pengembangan wisata pantai pada kawasan pulau-pulau kecil dengan potensi pantai pasir putih.


Potensi lain seperti kawasan terumbu karang yang mendukung wisata selam sekaligus dapat dikembangkan wisata ilmiah karena temuan-temuan karakteristik wilayah yang agak berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Disamping itu, kawasan terumbu di sekitar pulau-pulau kecil juga berpotensi untuk mengembangkan wisata pancing. Kawasan potensial lain seperti hutan mangrove yang berpotensi untuk mengembangkan kawasan ekowisata bila diintegrasikan dengan upaya pengembangan kawasan konservasi di kawasan ini.


Di sisi lain potensi budaya masyarakat lokal di pulau-pulau kecil yang dapat dipaketkan dengan wisata lingkungan sebagaimana disebutkan di atas. Pada bagian berikut diberikan gambaran rencana pengembangan ekowisata bahari pada wilayah kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tenggara.


c. Energi Alternatif
Secara spasial, distribusi kawasan yang dapat dimanfaatkan basis pengembangan energi alternatif banyak ditemukan di Maluku, baik dengan menggunakan energi arus, ombak maupun energi laut dalam, antara lain :

Ambon : Teluk Ambon, Pantai Selatan dan Teluk Baguala

Buru : Teluk Kayeli, Buru Utara Barat, Buru Selatan, Buru Barat dan Buru Timur

Maluku Tengah : Selat Haruku, Selat Komuhatanyo, Tanjung Koako dan Tehoru :

Seram Bagian Barat : Teluk Piru, Selat Sole, Selat Buano, dan Pantai Utara Taniwel

Seram Bagian Timur : Kepulauan Watubela, Kepulauan Gorom, Geser dan sekitarnya,
Pantai Selatan Werinama, Pantai Utara dan Timur Bula

Maluku Tenggara : Selat Nerong, Kei Besar Timur, PP. Dullah, Kei kecil Selatan dan
Kei Kecil Barat.

Kepulauan Aru : Aru Timur, Aru Selatan, Perairan Selat Antara PP. Aru, Aru Tengah dan
Aru Selatan.

Maluku Tenggara Barat : Pantai Timur Yamdena, Pantai Barat Yamdena, Perairan Pulau-
Pulau Terselatan dan Wetar.


Sumberdaya Bernilai Ekologis

Gambaran tentang sumberdaya bernilai ekologis diarahkan berbasis ekosistem, yang meliputi hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, lagoon dan biota laut yang dilindungi. Gambaran tentang nilai ekologis sumberdaya ini menitikberatkan pada fungsi dari masing-masing ekosistem.


Hutan mangrove yang secara otomatis dikelompokan dalam kawasan konservasi, perlindungan padang lamun sebagai areal makan duyung, dan terumbu karang dengan fungsi ekologis yang lengkap. Interaksi antar ketiga eksosistem utama ini menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai kawasan yang paling kaya. Lagoon sebagai salah satu ekosostem potensial yang dapat mendukung kegiatan pemanfaatan melalui perikanan tangkap, budidaya maupun diarahkan untuk kepentingan konservasi.



ISU DAN PERMASALAHAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL


a. Isu dan Permasalahan Penggunaan Lahan

Isu penting yang berkaitan dengan penggunaan lahan existing antara lain :
· Lahan pesisir yang cukup luas dan memiliki daya dukung untuk pengembangan perikanan
ikan dan ekowisata bahari.
· Tingkat pemanfataan wilayah perairan untuk pengembangan perikanan tangkap masih
rendah.
· Masih ada kegiatan pengambilan pasir, batu karang, pemboman atau meracuni ikan dengan
potasium sianida di kawasan perairan karang.


b. Isu dan Permasalahan Geomorfologi dan Geologi

Isu-isu geomorfologi dan geologi yang penting dicermati antara lain :
· Hamparan pulau-pulau kecil dengan relief yang rendah diperhadapkan dengan proses
degradasi lahan daratan pulau oleh aksi gelombang, arus dan angin terjadi secara kontinu.
· Pantai berpasir putih yang berpotensi sebagai kawasan wisata pantai, disamping distribusi
beberapa danau air asing, disamping keunikan pola arus pasang surut dan dsitribusi terumbu
karang yang berpotensi sebagai kawasan wisata ilmiah.
· Titik episentrum gempa tektonik dangkal sampai dalam menjadi penting diperhatikan untuk
menghindari resiko gelombang pasang.


c. Isu dan Permasalahan Oseanografi

Isu-isu penting bidang oseanografi yang dapat dirumuskan berdasarkan rangkaian informasi dikompilasi antara lain :

· Bahwa keseluruhan nilai parameter oseanografi baik fisik maupun kimia masih berada dalam kisaran ambang batas baku mutu lingkungan yang dipersyaratkan untuk berbagai tujuan pengembangan perikanan ikan pelagis kecil maupun besar, pengembangan budidaya berbagai jenis sumberdaya ikan dan non ikan, pengembangan pariwisata bahari, dan konservasi sumberdaya laut.

· Letak perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berhadapan langsung dengan perairan dalam, cenderung mendapat tekanan dari faktor lingkungan baik dari cuaca, maupun dari faktor air laut. Semakin kuat dan lamanya tekanan angin akan menyebabkan konsentrasi energi gelombang tipe plunging mendominasi pesisir dan pulau-pulau kecil di Maluku. Ini berarti kestabilan pantai secara musiman terancam hantaman gelombang pecah tersebut.

· Luasan wilayah kelola 0 – 4 mil dan 4 – 12 mil sangat menjanjikan bagi upaya pengembangan perikanan berskala kecil maupun skala besar. Disamping itu adanya dukungan massa airnya secara musiman mengalami pemupukan akibat kejadian upwelling dalam musim timur di laut Banda sehingga tetap subur dan menjadi terminal gerombolan ikan pelagis kecil maupun besar.

· Beberapa lokasi selat menjadi penting untuk diperhatikan sehubungan dengan pengembangan energi konvensional yang memanfaatkan potensi arus pasang surut sebagai energi kinetik. Pemanfaatan energi ini sebagai pembangkit tenaga listrik untuk skala pulau-pulau kecil. Pengembangan energi konvensional ini juga sangat diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan teknologi pengolahan hasil perikanan di tingkat pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir.


d. Isu dan Permasalahan Pemanfaatan Ekosistem Utama

· Pemanfaatan kayu bakau untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan bahan bangun terus dilakukan hampir di semua wilayah. Padahal masyarakat pengguna kayu bakau juga tergantung secara ekonomi terhadap sumberdaya yang berasosiasi di hutan mangrove. Secara faktual, masyarakat pengguna ini telah merasakan adanya penurunan potensi sumberdaya di dalam hutan bakau, disamping dampak fisik seperti abrasi dan degradasi garis pantai.
· Pada pulau-pulau kecil yang dekat dengan pusat pengembangan terus dilakukan pengembangan kawasan pantai melalui reklamasi yang cenderung memanfaatkan areal pasang surut yang meliputi padang lamun. Tekanan ini juga terjadi karena adanya bukaan lahan atas untuk kepentingan pengembangan pemukiman dengan ikutan siltasi dalam konsentrasi yang tinggi.
· Penangkapan ikan di kawasan terumbu karang dengan menggunakan teknologi yang tidak ramah lingkungan masih dilakukan di seluruh wilayah di Maluku. Tidak hanya itu, penambangan batu karang masih terus dilakukan hampir di seluruh wilayah.


e. Isu dan Permasalahan Penangkapan Ikan dan Budidaya Perairan

· Masih banyak masyarakat pulau kecil yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan teknologi yang sangat tradisional sehingga kapasitas produksi masih tetap rendah.

· Hasil produksi perikanan tangkap masih banyak yang harus dibuang percuma karena kapasitas masyarakat yang lemah dalam penanganan produksi, terutama pada musim-musim penangkapan ikan.

· Budaya pemanfaatan sumberdaya dengan cara berburu menyebabkan masyarakat lokal belum maksimal untuk menjalankan kegiatan-kegiatan budidaya perairan. Keberhasilan budidaya perairan umumnya pada masyarakat pendatang atau pada skala usaha yang padat modal.


f. Isu dan Permasalahan Konservasi

· Banyak kearifan lokal dalam konservasi sumberdaya hayati pesisir dan laut telah terkikis, akibat sistem kelembagaan yang tidak lagi berbasis adat dan orientasi ekonomi secara berlebihan.

· Pemanfaatan sumberdaya yang dilindungi untuk tujuan ekonomi memberikan konsekuensi pada pelanggaran-pelanggaran pada kawasan konservasi yang sudah ditetapkan.

· Minimnya rumusan regulasi yang mendukung pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, terutama dalam mempertahankan kawasan-kawasan konservasi yang telah ditetapkan dalam rencana umum tata ruang wilayah maupun tata ruang wilayah pesisir dan laut.


g. Isu dan Permasalahan Pengembangan Ekowisata Bahari

· Kesiapan masyarakat secara sosial yang masih relatif kurang terbuka dalam proses pengembangan ekowisata.

· Lemahnya kapasitas wilayah pesisir dan kawasan pulau-pulau kecil untuk mengakomodasi perkembangan ekowisata bahari karena keterbatasan infrastruktur pendukung.

· Kurangnya tindakan promosi untuk memperkenalkan kawasan-kawasan potensial ekowisata bahari yang terdistribusi di setiap wilayah, disamping untuk menarik investasi di bidang ekowisata bahari.


h. Isu dan Permasalahan Ekonomi Pulau-Pulau Kecil

· Kapasitas ekonomi yang lemah menyebabkan upaya investasi di tingkat masyarakat tidak jalan.

· Akses antar wilayah yang lemah menyebabkan tidak bergeraknya ekonomi pasar dan rendahnya kapasitas penarikan investasi ke dalam wilayah.

· Minimnya ketersediaan infrastruktur ekonomi yang mendukung distribusi hasil produksi, penanganan kualitas produksi dan dukungan modal usaha bagi masyarakat.


i. Isu dan Permasalahan Kelembagaan Lokal dan Daerah

· Sistem dan manajemen kelembagaan lokal yang lemah dan tidak fleksibel terhadap tuntutan perubahan di satu sisi dan upaya memepertahankan kearfian lokal di lain sisi.

· Pengelolaan pulau kecil tidak hanya menjadi tanggungjawab dinas perikanan dan kelautan sehingga kebutuhan terhadap integrasi kelembagaan menjadi penting untuk pengembangan kawasan pulau-pulau kecil. Namun ini belum terakomodasi dengan baik, mulai dari proses perencanaan, impelementasi pembangunan sampai dengan pengawasan dan evaluasi.



ANALISIS PENGEMBANGAN PULAU-PULAU KECIL; KASUS KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT


Analisis pengembangan potensi eksisting ini masih terbatas pada perikanan pelagis, perikanan demersal dan perikanan ikan karang dan ikan hias. Paling tidak ini menjadi contoh awal analisis pengembangan yang dapat dikembangkan lebih jauh untuk potensi sumberdaya lainnya.


Hasil analisis menunjukkan bahwa secara spasial terjadi perbedaan spesifikasi potensi pengembangan sumberdaya perikanan dan penekanan orientasi pengembangannya. Secara agregat, Wuarlabobar dan Mdona Hiera memiliki potensi yang kuat untuk perikanan pelagis dan demersal. Hal ini sesuai dengan potensi sumberdaya perikanan yang ada dan potensi sarana penangkapan yang dimiliki. Wetar, Wermaktian dan Selaru merupakan wilayah yang masih bisa didorong pengembangannya, disamping wilayah-wilayah lain.


Hasil analisis spasial terhadap potensi wilayah pengembangan perikanan ikan karang dan ikan hias menunjukan bahwa PP. Babar merupakan wilayah potensial untuk pengembangan. Namun sejauh mana pengembangannya sangat tergantung pada potensi sumberdaya yang ada dan sumberdaya manusia pengelolanya. Mdona Hiera, Selaru dan Tanimbar Utara merupakan wilayah yang berpotensi menjadi prioritas pengembangan, disamping wilayah-wilayah lain.


Analisis untuk perikanan pelagis dan demersal menunjukan bahwa wilayah yang berada pada kwadran I merupakan wilayah-wilayah ini masih lemah baik dari aspek potensi sumberdaya maupun dari aspek pemilikan sarana penangkapan. Wilayah tyang termasuk dalam Kwadran II harus didorong melalui peningkatan kapasitas produksi terutama skill masyarakat, di Kwadran III dapat didorong melalui peningkatan sarana penangkapan, sedangkan Kwadran IV harus tetap dipertahankan dinamikanya melalui pendampingan terpadu.


STRATEGI PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL BERKELANJUTAN


a. Perencanaan wilayah pengembangan melalui Pendekatan Wilayah Ekologis

Pendekatan wilayah ekologis yang dimaksudkan ialah pendekatan melalui keseragaman potensi biogeofisik wilayah, baik potensi sumberdaya alam, kondisi geologis, musim dan orientasi masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Secara Ekologis Kabupaten MTB dapat dikelompokkan atas 9 (sembilan Wilayah Wkologis (WE), antara lain : Tanimbar Utara, Tanimbar Barat, Tanimbar Timur, Tanimbar Selatan, PP. Babar, Kisar-Lemola-Sermata, PP. Damer, PP. Romang dan Wetar Lirang.


b. Penentuan Kluster Wilayah Prioritas Pengembangan Sumberdaya

Penentuan Kluster didasarkan pada tipologi wilayah berbasis komoditas, baik untuk pengembangan perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, karang dan hias, dan potensi sumberdaya lainnya. Klusterisasi ini sangat bermanfaat untuk menentukan spesialisasi komoditas sekaligus memberikan batasan bagi kebijakan pengembangan komoditas berbasis potensi lokal.


c. Pendekatan Optimalisasi Produksi, Orientasi Pasar dan Dinamisasi Investasi sebagai sistem yang dinamis

Peningkatan volume produksi berbasis potensi sumberdaya lokal, dan peningkatan kualitas produksi, mendekatkan pasar dengan sumber produksi, menarik investasi dari luar sekaligus menggerakkan investasi internal wilayah.


d. Peruntukan wilayah konservasi

Penetapan wilayah konservasi sebagai bagian dari upaya perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan dari potensi wilayah yang akan dikembangkan. Konservasi diarahkan secara optimal untuk mendukung juga Ekowisata bahari dan Wisata Ilmiah.


e. Pengembangan infrastruktur Kelautan dan Perikanan
Pengembangan infrastruktur wilayah disesuaikan dengan kebutuhan wilayah prioritas pengembangan sumberdaya, yang meliputi pelabuhan perikanan dengan kelengkapan coldstorage dan bengkel perikanan serta SPBN. Disamping itu untuk wilayah-wilayah pengembangan budidaya diharapkan adanya hatchery dan sarana pendukung lain seperti laboratorium. Di sisi lain kebutuhan infrastruktur pengolahan hasil perikanan juga menjadi prioritas untuk meningkatkan nilai tambah dari stiap hasil produksi.


f. Peningkatan Kualitas Kelembagaan, Potensi Kelembagaan Lokal dan Integrasi Kelembagaan

Beberapa pendekatan yang sangat dibutuhkan antara lain : Penguatan data base, Penataan kelembagaan pengelola, kelembagaan lokal yang integratif mulai dari tingkat perencanaan, implementasi, pengawasan dan evaluasi, serta menggalang kemitraan dengan swasta dan lembaga keuangan dalam rangka penarikan investasi dan pemupukan modal.


g. Peningkatan Kualitas SDM dan Pendampingan

Peningkatan kualitas SDM di tingkat dinas, staf lapangan dan masyarakat nelayan dilakukan secara proporsional sebagai bagian dari upaya mendukung sistem kelembagaan dinas, kelembagaan pengelola kelautan dan perikanan di tingkat lokal serta ketrampilan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.


h. Legalisasi Sistem dan Regulasi di Tingkat Daerah
Legalisasi Dokumen Data dan Informasi, Rencana Tata Ruang Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil, Rencana Zonasi, Rencana Detail, Struktur kelembagaan dan kelembagaan pendukung di tingkat lokal kecamatan/desa, termasuk dukungan regulasi terhadap sistem nilai lokal serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di pulau-pulau kecil.

1 komentar:

Kaka mengatakan...

Pak...tulisanya berbobot dan mudah dicerna,bisa jadi bahan pembelajaran nie.
Terima Kasih...
=)