Jumat, 09 November 2007

KAJIAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERWAWASAN LINGKUNGAN PADA KAWASAN TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN KEI KECIL

STUDY ON ECO-FRIENDLY FISHING DEVELOPMENT
IN CORAL REEF AREA OF KEI KECIL ISLANDS


James Abrahamsz (abrahamsz_amq@yahoo.com)
Study Program of Aquatic Resource Management
Faculty of Fisheries and Marine Science, Pattimura University, Ambon

Dicky Sahetapy (dsahetapy@yahoo.com)
Study Program of Aquatic Resource Management
Faculty of Fisheries and Marine Science, Pattimura University, Ambon

Hansje Matakupan (hans_eline@yahoo.com)
Study Program of Fishery Resources Utilization
Faculty of Fisheries and Marine Science, Pattimura University, Ambon

Donald J. Noija
Study Program of Fishery Resources Utilization
Faculty of Fisheries and Marine Science, Pattimura University, Ambon



ABSTRACT

Demersal fishes used in Kei Kecil Islands were quick developing, mainly in coral reef area. Fishing methods which developed tend to pressure the coral reef, include both bomb and cyanide use. The aims of this study were to know demersal fishing conditions, analyze the pressure potential on coral reef, analyze the opportunities to develop eco-friendly fishing, and define the policies of eco-friendly fishing. To study on eco-friendly fishing development in coral reef was analyzed the potential estimation, calculated the sustainable potential, used level and total allowable catch and policy analysis. Totally fishing boats were 1.576 units, 83,38 % boat with engine, 4,57 % inner engine and 12,06 % outer engine. Demersal fish’s productions in Kei Kecil were 84.382,3 ton and 2.144,8 tons in Kur islands. Coraf reef fishes which identified were 256 species (in 116 genera and 35 families), family of Pomacentridae with 48 species and genus of Chaetodon (19 species). Coral reef conditions in Kei Kecil islands were poor, only in three locations which have good coral reef condition (Rumahdian, Ngadi and Rat Island). Strong pressures were identified on Kolser, Ohoililir, Nai island dan Toyando Island. Total allowable catch in Kei Kecil were 218,68 ton and Kur islands were 79,47 ton. The policies of eco-friendly fishing development were defined to develop the eco-friendly fishing gears and technology innovations at fisher level, such as develop more than three nautical miles of management area. Another possible policies to be developed were develop the partnership among fisherman, finance and recovery institutions and local government; law enforcement on destructive fishing; public awareness; and monitoring dan evaluation.

Key words : Eco-friendly Fishing, law enforcemnet, public awareness
PENDAHULUAN

Upaya memanfaatkan sumberdaya perikanan laut secara optimal dan lestari, merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa negara.

Di sisi lain pemanfaatannya, sumberdaya ikan akan dipandang sebagai sumberdaya milik bersama (common resources), sehingga dalam pengelolaannya tidak dapat dimiliki secara perorangan. Sebagai konsekuensinya, semua lapisan masyarakat berhak untuk memanfaatkan, dan karenanya dapat menimbulkan berbagai macam persaingan antar pelaku, baik antar nelayan dengan nelayan, antar nelayan dan pengusaha, antar pengusaha dengan nelayan, dan antar pengusaha dengan pengusaha yang begitu ketat dan sulit dikendalikan. Sampai dengan tahun 1999, potensi pemanfaatan sumberdaya ikan baru dapat dimanfaatkan sebesar 76 % dengan tingkat produksi sebesar 3.82 juta ton (Dahuri, 2001). Kondisi ini tidak serta merta merupakan kondisi yang ditemukan secara umum, tetapi merupakan hasil penilaian secara agregat. Artinya, banyak kawasan yang ternyata telah mengalami tekanan akibat pemanfaatan yang berlebihan atau karena pemanfaatan yang merusak.

Kondisi yang dikemukakan terakhir ini ditemukan pada perairan Maluku terutama di perairan Maluku Tenggara. Kepulauan Kei Kecil sebagai salah satu kawasan di Maluku Tenggara umumnya memiliki pantai berpasir dan pantai berkarang (coral reef coast), terutama di wilayah pantai Barat pulau Kei Kecil (Nuhuroa) dan pulau-pulau kecil di wilayah pantai Barat. Pantai berbatu terjal akibat gempuran ombak umumnya ditemui pada pantai Selatan pulau Nuhuroa (sekitar Somlain hingga Ohoidertutu), pantai batu terjal (clif coast) di Teluk Tut – Watdek, pantai terjal lain terdapat di pulau Manir, Pulau Kur dan Kamear. Pantai pasir di Kepulauan Kei Kecil umumnya merupakan pasir putih yang mengandung carbonates dan berasal dari terumbu karang (coral reef). Selain teluk-teluk tersebut terdapat pula beberapa tanjung yang menjorok ke laut (headland) yang merupakan pusat gempuran ombak dan diselingi oleh teluk terbuka dan berpasir.

Gambaran kondisi geomorfologi seperti ini memberikan peluang yang kuat bagi berkembangnya perikanan tangkap terutama untuk sumberdaya ikan demersal. Pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kepulauan Kei Kecil ternyata berkembang sangat cepat, terutama penggunaan metode penangkapan yang berhubungan langsung dengan terumbu karang di kawasan ini. Berbagai metode penangkapan yang dikembangkan dalam hubungannya dengan penangkapan sumberdaya ikan demersal antara lain : jaring insang dasar (bottom gill net), pancing (angling gear), bubu (fish trap) dan alat tangkap lainnya. Dari seluruh jenis alat tangkap yang dikembangkan untuk perikanan demersal ternyata cukup memberikan tekanan bagi kondisi terumbu karang yang ada di kawasan ini. Namun demikian, metode penangkapan yang menyebabkan meningkatnya kematian terumbu karang ialah penangkapan dengan menggunakan potasium sinanida yang telah dikembangkan lebih dari 10 tahun lalu.

Didasarkan pada dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan perikanan demersal, maka kajian terhadap pengembangan perikanan tangkap pada kawasan terumbu karang di Kepulauan Kei Kecil penting dilakukan untuk menemukan konsep perikanan tangkap berwawasan lingkungan dan arahan kebijakannnya. Arahan kajian di Kepulauan Kecil dilakukan pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Kei Kecil dan P.P. Kur (Gambar 1).

Gambar 1. Wilayah studi dalam wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tenggara
(Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2004)

Kajian ini dilakukan dengan tujuan : (1) mengetahui kondisi perikanan tangkap sumberdaya ikan demersal; (2) menganalisis potensi tekanan yang diberikan oleh kegiatan perikanan demersal terhadap kondisi terumbu karang; (3) menganalisis peluang pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan; dan (4) merumuskan arahan kebijakan pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan.

METODOLOGI
Koleksi Data
Koleksi data kuantitatif dan kualitatif, dilakukan secara langsung (data primer) maupun secara tidak langsung (data sekunder). Obyek utama kajian ini ialah daerah penangkapan ikan, armada penangkapan ikan, produksi perikanan, dan peluang pengembangan serta arahan kebijakan pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan. Pengumpulan data melalui wawancara, mengoleksi data dan informasi pada institusi terkait serta pengukuran langsung di lapangan atau dengan cara memantau aktifitas produksi. Faktor-faktor yang dianalisis meliputi : (1) potensi dan produksi sumberdaya ikan, (2) eksistensi armada dan peralatan tangkap, (3) peluang pengembangan dan (4) arahan kebijakan.

Analisis Data
Potensi dan Produksi Sumberdaya Perikanan
Potensi sumberdaya ikan diestimasi dengan metode pengukuran wilayah penyebaran ikan (Widodo dkk, 1998) dan luas wilayah dihitung dengan pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG). Densitas sumberdaya dikaji berdasarkan hasil pengkajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2001). Potensi lestari diestimasi dengan menggunakan model CADIMA (Gulland, 1991; King, 1995; Sparre and Venema, 1998) dengan persamaan sebagai berikut :
Py = 0,5 Z B¥ ............................................................................ (1)
Oleh karena Z = M + F dan Y = FB, maka persamaannya menjadi :
Py = 0,5 (Y + MB) ............................................................... (2)
Y = y1 + y2 + … + y12 = . 12 ……………………..…………… (3)
dimana :
Py = potensi lestari (potential yield) dengan satuan berat/tahun
Z = mortalitas total
B¥ = rata-rata biomassa tahunan stok yang belum diusahakan
B = rata-rata biomassa tahunan stok yang telah diusahakan
M = mortalitas alami (digunakan nilai rata-rata M = 1) per tahun
F = upaya penangkapan
Y = hasil tangkapan atau produksi

Analisis tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap berdasarkan potensi (kelimpahan) sumberdaya ikan diperairan Kei Kecil dan besarnya stok ikan yang dieksploitasi oleh unit-unit penangkapan. Tingkat Pemanfaatan dihitung dengan formula (1) dan formula (2) di atas, yakni :

TP = Y/B x 100 % ……………………….………………………. (4)

Karena Total Allowable Catch (TAC) yakni 80 % dari potensi lestari, sehingga :
TAC = 0,8 MSY = 0,8 Py ………………………………………… (5)

Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan dilakukan berdasarkan arahan dari peluang pengembangan dan potensi pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan yang disesuaikan dengan kondisi wilayah Kepulauan Kei Kecil yang sebagian besar terdiri dari kawasan terumbu karang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perikanan Demersal
Jenis dan Jumlah Alat Penangkapan
Jenis-jenis alat penangkapan dengan tujuan penangkapan ikan demersal yang beroperasi di perairan Kepulauan Kei Kecil dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok alat penangkapan ikan, antara lain : jaring insang dasar (bottom gill net), pancing (angling gear), bubu (fish trap) dan alat tangkap lainnya. Terdata sebanyak 2.345 unit alat tangkap yang beroperasi pada perairan Kepulauan Kei Kecil. Sebaran jenis dan jumlah alat penangkapan ikan tersebut per kecamatan di Kepulauan Kei Kecil dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan per kecamatan di Kepulauan Kei Kecil
Sumber : Statistik Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara 2004

Di Perairan Kepulauan Kei kecil, alat tangkap pancing (angling gear) paling banyak digunakan oleh nelayan (54,16 %). Nelayan-nelayan yang menggunakan pancing terbanyak di Kecamatan Kei Kecil yakni 830 unit, sedangkan di Kecamatan P.P. Kur sebanyak 440 unit. Jaring insang dasar (bottom gill net) yang dioperasikan sebanyak 220 unit (9,38 %), 212 unit beroperasi di Kei Kecil dan 8 unit beroperasi di P.P. Kur. Alat tangkap bubu (trap net) yang hasil tangkapannya banyak dikonsumsi oleh masyarakat lokal maupun diekspor, berjumlah 455 unit (19,40 %). Dari jumlah tersebut, 345 unit ditemukan di Kei Kecil dan di P.P. Kur sebanyak 110 unit.

Jenis dan Jumlah Armada
Total armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kepulauan Kei Kecil sebanyak 1.576 unit (Tabel 2). Bila dikelompokan menurut tenaga penggeraknya, didominasi oleh kapal/perahu tanpa motor 1.314 (83,38) %, mesin dalam sebanyak 190 unit (12,06 %) dan motor tempel sebanyak 72 unit (4,57 %). Dari seluruh armada yang terdata, sebagian besar berada pada Kecamatan Kei Kecil yakni sebanyak 1.103 unit, sedangkan jumlah armada di P.P. Kur sebanyak 473 unit.

Tabel 2. Jumlah dan jenis armada penangkapan berdasarkan tenaga penggeraknya yang beroperasi di Kepulauan Kei Kecil
Sumber : Statistik Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara 2004


Produksi
Hasil pendataan terhadap total produksi perikanan dari pada Kabupaten Maluku Tenggara menunjukkan pada tahun 2003 berjumlah 94.599,3 ton, terdiri dari komoditas perikanan tuna, pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan komoditas perikanan lainnya. Pada wilayah studi Produksi ikan dari Kecamatan Kei Kecil terdata paling banyak yakni 84.382,3 ton atau 89,2 %. Produksi ikan dari 4 (empat) Kecamatan lainnya yakni Kecamatan Kei Besar sebanyak 2.706 ton (2,86 %), Kei Besar Selatan sebanyak 2.685 ton (2,84 %), Kecamatan Kei Besar Utara Timur 2.681,2 ton (2,83 %) dan Kecamatan P.P. Kur 2.144,8 ton (2,27 %).

Produksi perikanan di atas, terutama untuk ikan demersal dan ikan karang, didukung oleh potensi ikan yang terdistribusi pada wilayah tersebut. Untuk kawasan Kepulauan Kei Kecil, ditemukan komposisi jenis ikan karang sebanyak 256 spesies, yang tergolong dalam 116 genera dan 35 famili. Famili-famili yang memiliki jumlah spesies lebih dari 10 antara lain Pomacentridae, Labridae, Chaetodontidae, Serranidae, Achanthuridae dan Scaridae. Famili yang memiliki jumlah spesies tertinggi yaitu famili Pomacentridae (48 spesies), selanjutnya genera yang memiliki jumlah spesies tertinggi adalah Chaetodon (19 spesies).

Untuk kepentingan distribusi Terdata ada 3 (tiga) pasar yang menyediakan produk perikanan kepada masyarakat Maluku Tenggara, terutama Kota Tual sebagai pusat wilayah. Beberapa pasar utama yang ada di Kota Tual antara lain : Pasar Ohoijang, Pasar Tual dan Pasar Langgur. Komoditas perikanan yang dipasarkan di Kota Tual sebagian besar merupakan hasil tangkapan nelayan-nelayan yang berasal dari Desa-Desa yang berada di Pulau-Pulau di sekitar Kota Tual (Kei Kecil). Tabel 3 memberikan gambaran tentang banyaknya ikan yang dipasarkan di 3 (tiga) pasar tersebut setiap harinya per komoditas perikanan, sekaligus banyaknya ikan yang dipasarkan rata-rata setiap bulan dan dalam setahun.

Tabel 3. Jumlah komoditas ikan demersal yang dipasok di pasar-pasar di Kota Tual menurut asalnya

Sumber : Data lapangan, 2004

Hasil lapangan menunjukkan 9 (sembilan) desa utama merupakan pemasok komoditas perikanan demersal di pasar yang berada di Kota Tual. Nelayan-nelayan dari desa Selayar dan Ngilngof adalah pemasok ikan terbesar untuk pasar ikan Ohoijang, dari Kepulauan Tayando adalah pemasok ikan terbesar untuk pasar ikan Tual dan Pasir Panjang adalah pemasok ikan terbesar untuk pasar ikan Langgur. Berdasarkan frekuensi pasokan ikan di pasar, maka kelompok ikan demersal dipasok ke pasar antara 5 – 10 kali sebulan. Sedangkan frekuensi pasokan ikan tuna dan cakalang mencapai 6 (enam) bulan setahun, yakni pada bulan September sampai bulan Maret. Sementara frekuensi pasokan secara bulanan mencapai 24 – 28 kali sebulan. Berdasarkan tingkatan harga, maka distribusi harga ikan yang dipasok ke pasar-pasar yang ada di Tual sebagai berikut : harga ikan demersal mentah antara Rp. 7.500.- sampai Rp. 10.000,- per ekor atau Rp. 10.000,- sampai Rp. 12.500 per kg.

Pengaruh Terhadap Kondisi Terumbu
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, kegiatan-kegiatan penangkapan yang sangat berpengaruh terhadap kondisi karang antara lain : penangkapan dengan bom dan potasium sianida. Sedangkan alat tangkap lain yang juga memberikan dampak terhadap penurunan kondisi terumbu karang ialah bubu. Opersionalisasi alat-alat tangkap yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa tekanan akan diberikan terhadap terumbu karang apabila kegiatan ini tidak dibatasi atau dikontrol dengan baik.

Pengaruh kegiatan penangkapan ikan yang bersifat destruktif di atas ternyata turut memberikan pengaruh terhadap eksistensi terumbu karang. Sebagai gambaran umum terhadap kondisi terumbu karang di Kepulauan Kei Kecil, dapat dikemukakan hasil interpretasi Citra terhadap luas penutupan lahan. Hasil analisis citra menemukan adanya 13 jenis ekosistem yang terdistribusi dari darat sampai ke laut (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa Kepulauan Kei Kecil mempunyai persentase penutupan Terumbu Karang sebesar 34% (38.506,9 ha).


Tabel 4. Luas Penutupan Lahan (Ha) di Kepulauan Kei Kecil
Sumber : Bappeda Kab. Maluku Tenggara (2003)

Sebaran dan kondisi terumbu karang di Kei Kecil diamati pada tujuh lokasi. Spesies-spesies karang yang dijumpai masing-masing 69 spesies yang tergolong dalam 29 genera (marga) dan 13 famili (suku). Famili Acroporidae memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 27 spesies. Rumahdian merupakan lokasi yang memiliki jumlah spesies karang terbanyak yaitu 25 Spesies, sedangkan jumlah spesies paliung sedikit ditemukan pada lokasi P. Nai dan P. Rat (Tabel 5). Hasil interpertasi Citra Landsat ETM 7+ Tahun 2003 menunjukkan lokasi potensial terumbu karang terdapat pada kawasan P. Tayando.

Tabel 5. Jumlah jenis, distribusi dan persen tutupan karang pada tujuh lokasi di Kepulauan Kei Kecil

Tabel ini memberikan gambaran bahwa secara umum kondisi terumbu karang di Kepulauan Kei Kecil berada pada kondisi yang cukup memprihatinkan. Hanya tiga lokasi pengamatan yang memiliki kondisi karang baik dengan persen tutupan karang hidup > 50%. Lokasi-lokasi tersebut adalah Rumahdian, Ngadi dan P. Rat. Kondisi terumbu karang seperti ini menunjukkan adanya tekanan yang kuat terhadap eksistensinya di Kepulauan Kei Kecil, terutama pada lokasi-lokasi seperti Kolser, Ohoililir, P. Nai dan P. Toyando.

Kerusakan terumbu karang banyak diakibatkan oleh penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti misalnya penggunaan racun, bom dan bubu tindis. Ini tidak hanya dilakukan oleh nelayan setempat tetapi juga dilakukan oleh nelayan-nelayan pendatang dari Kepulauan Yamdena bahkan nelayan-nelayan asing. Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Kei Kecil banyak terjadi di Pulau Dullah, Warbal, Ur dan Tayando.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terumbu karang ada yang telah memutih dan adanya patahan-patahan karang yang nyata di areal terumbu dengan persen penutupan kurang dari 50%. Informasi lain yang diperoleh dari masyarakat bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pedagang pengumpul yang mendatangi pulau-pulau kecil di Kepulauan ini bekerjasama dengan nelayan-nelayan setempat. Usaha yang dilakukan ialah memfasilitasi nelayan dengan motor tempel dan keramba penampung ikan kerapu dan napoleon yang ditangkap dengan menggunakan potassium (sianida).

Hampir semua daerah terumbu karang yang di teliti di perairan Kepulauan Kei Kecil mengalami kerusakan akibat kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Tingkat kerusakan terumbu karang tertinggi dijumpai di Ngadi. Selain itu kerusakan terumbu karang juga disebabkan kegiatan penurunan dan penaikan jangkar speed boat karena dijumpai koloni-koloni karang dari marga Acropora dan Montipora yang patah dan berada dalam keadaan terbalik.

Peluang Pengembangan
Luas perairan yang menjadi wilayah kelola Kabupaten Maluku Tenggara adalah 5.894,86 km2.. Berdasarkan SK Menteri Pertanian Republik Indonesia tanggal 5 April 1999 No. 392/Kpts./IK 120/4/99, tentang jalur-jalur penangkapan ikan, maka luas daerah penangkapan ikan 0-3 mil (Ia) perairan Kabupaten Maluku Tenggara adalah 4.422 km2 dan 3– 6 mil (Ib) adalah seluas 1.473,85 km2. Gugus Pulau Kei Kecil memiliki wilayah pengelolaan perairan terluas yang dapat dijadikan daerah penangkapan, yakni 3.238,13 km2 dengan luas wilayah 0 – 3 mil laut 1.746 km2 dan wilayah 3 – 6 mil seluas 582,13 km2. Gugus Pulau Kur memiliki wilayah pengelolaan perairan seluas 1.124 km2 dengan wilayah 0 – 3 mil seluas 843 km2 dan wilayah 3 – 6 mil seluas 281 km2. Gugus Pulau Tayando memiliki wilayah pengelolaan perairan terkecil yakni seluas 892,5 km2 dengan luas wilayah 0 – 3 mil sebesar 669 km2 dan wilayah 3 – 6 mil seluas 223,13 km2.

Hasil analisis terhadap potensi kawasan penangkapan di Kepulauan Kei Kecil menunjukkan bahwa awasan perikanan tangkap yang dapat direkomendasikan sebagai kawasan potensial perikanan tangkap terfokus pada beberapa kawasan (Gambar 2), antara lain :
· Kawasan perairan sebelah Utara Pulau Dullah yang dipengaruhi oleh dua massa air, Laut Banda dan Laut Arafura,
· Perairan antara pulau-pulau Kur dan Tayando serta perairan Selatan Kei Kecil yang dipengaruhi oleh massa Laut Banda
· Perairan Selat Nerong yang terletak antara Pulau Kei Kecil dan Kei Besar
· Perairan Timur Kei Kecil yang dipengaruhi oleh massa air Laut Arafura

Gambar 2. Rencana Kawasan Perikanan Tangkap Kabupaten Maluku Tenggara
(Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2004)

Hasil estimasi eksploitasi sumberdaya ikan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/TAC) dari perairan yang menjadi wilayah kelola Kepulauan Kei Kecil untuk 3 (tiga) komoditas utama perikanan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Eksploitasi yang diperbolehkan (TAC) untuk tiga komoditas utama per Kecamatan pada wilayah kelola 4 mil laut di Kepulauan Kei Kecil

Ikan demersal termasuk ikan karang konsumsi yang diproduksi dari perairan 4 mil laut Kecamatan Kei Kecil sebanyak 35,4 ton dan di Kecamatan P. P. Kur sebanyak 13,23 ton. Bila alat-alat penangkapan ikan demersal dan ikan karang lainnya tidak ditambah, maka jaring insang dasar (bottom gill net) yang dapat ditambah di perairan Kecamatan Kei Kecil sebanyak 49 unit dan di Kecamatan P.P. Kur sebanyak 18 unit. Bubu (trap net) disarankan untuk tidak ditambah penggunaannya di perairan Kabupaten Maluku Tenggara karena berpotensi untuk merusak karang.

Arahan Kebijakan
Hasil-hasil di atas menunjukkan bahwa untuk mengindari tekanan yang kuat terhadap terumbu karang di Kepulauan Kei Kecil, maka rekomendasi yang penting diberikan ialah dengan mengalihkan sebagian kegiatan penangkapan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Disamping itu berbagai upaya untuk pengawasan dam penanganan permasalahan yang muncul pada kawasan terumbu karang perlu dikembangkan. Beberapa arahan dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di Kepulauan Kei Kecil antara lain :
· Pengembangan peralatan yang bersifat ramah lingkungan dan mudah dikuasi oleh masyarakat.
· Pengembangan teknologi penangkapan yang diikuti dengan penguatan kapasitas nelayan untuk memperkuat inovasi teknologi di tingkat nelayan, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis sedang dan besar.
· Pengembangan kemitraan antara nelayan, lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemberdayaan dan pemerintah daerah.
· Pengembangan sistem data base perikanan tangkap.
· Untuk menjaga kestabilan produksi usaha perikanan bagan dalam rangka menunjang industri perikanan, maka kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil di kawasan teluk dan perairan antar pulau perlu dilakukan.
· Pengembangan teknologi penangkapan semi moderen dan moderen diarahkan ke wilayah pengelolaan di atas 3 mil laut.
· Pelarangan, pengawasan dan penegakan hukum terhadap kegiatan penangkapan hewan laut yang dilindungi termasuk penggunaan alat tangkap dan metode penangkapan yang bersifat destruktif.
· Pendidikan, pelatihan dan pendampingan terhadap upaya penyadaran masyarakat tentang pentingnya penangkapan yang berwawasan lingkungan.
· Monitoring dan Evaluasi terhadap kegiatan penangkapan.

Untuk mendukung kegiatan usaha perikanan tangkap pada kawasan terumbu karang di Kepulauan Kei Kecil, maka beberapa arahan yang penting diperhatikan dalam hubungannya dengan pengelolaan kawasan terumbu karang, antara lain :
· Upaya pengaturan tata guna lahan daratan dan reboisasi lahan atas adalah penting untuk meminimalkan tekanan sedimentasi terhadap ekosistem terumbu karang di perairan pesisir.
· Manajemen limbah rumah tangga dan fasilitas umum juga penting sehingga laut lingkungan pesisir tidak dijadikan tempat pembuangan sampah yang mudah dan murah oleh penduduk yang berdomisili di sekitar areal terumbu karang.
· Penataan sistem pemanfaatan dan pengaturan terhadap alat tangkap serta pengembangan teknologi dan metode pemanfataan yang tertuang dalam suatu tata aturan yang didasarkan pada kajian sumberdaya, lingkungan dan teknologi.
· Pendidikan dan latihan, penyuluhan, serta pendampingan yang intensif merupakan program penting dalam sistem pengelolaan guna menumbuhkan pemahaman dan kesadaran konservasi bagi masyarakat pengguna terumbu karang serta masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara pada umumnya.
· Sejumlah lokasi terumbu karang yang telah menurun kualitasnya, membutuhkan upaya pengelolaan melalui pendekatan rehabilitasi (transplantasi, terumbu karang buatan dll), untuk mengembalikan fungsi/manfaat alamiahnya.
· Seluruh kawasan yang memiliki terumbu karang dapat dikembangkan sebagai areal budidaya laut yang potensial dan ekowisata.
· Penetapan aturan formal pengelolaan kawasan dengan mempertimbangkan sistem pengelolaan lokal.
· Menyusun rencana pengelolaan terpadu kawasan terumbu karang.
· Integrasi kelembagaan pengelola kawasan konservasi terumbu karang.
· Pengembangan konsep pengelolaan berbasis masyarakat.
· Penetapan aturan formal tingkat daerah untuk perlindungan kawasan terumbu karang.
· Penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan di kawasan terumbu karang yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan di wilayah pesisir Kabupaten Maluku Tenggara.
· Monitoring dan Evaluasi terhadap status kondisi zona lindung lokal.

Tidak ada komentar: